APAKAH NABI SAW MAKHLUK ALLAH YANG PERTAMA?
Telah diketahui bahwa hadis-hadis yang menyatakan bahwa
makhluk pertama adalah itu atau ini … dan seterusnya,
tidak satu pun yang shahih, sebagaimana ditetapkan oleh para
ulama Sunnah.
Oleh karena itu, kami dapatkan sebagian bertentangan dengan
sebagian lainnya. Sebuah hadis mengatakan, “Bahwa yang
pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena.”
Hadis lainnya mengatakan, “Yang pertama kali diciptakan
Allah adalah akal.” Telah tersiar di antara orang awam dari
kisah-kisah maulid yang sering dibaca bahwa Allah
menggenggam cahaya-Nya, lalu berfirman, “Jadilah engkau
Muhammad.” Maka ia adalah makhluk yang pertama kali
diciptakan Allah, dan dari situ diciptakan langit, bumi dan
seterusnya.
Dari itu tersiar kalimat:
“Shalawat dan salam bagimu wahai makhluk Allah yang
pertama,” hingga kalimat itu dikaitkan dengan adzan yang
disyariatkan, seakan-akan bagian darinya.
Perkataan itu tidak sah riwayatnya dan tidak dibenarkan oleh
akal, tidak akan mengangkat agama, dan tidak pula
bermanfaat bagi perkembangan dari peradaban dunia.
Keawalan Nabi Muhammad saw. sebagai makhluk Allah tidak
terbukti, seandainya terbukti tidaklah berpengaruh pada
keutamaan dan kedudukannya di sisi Allah. Tatkala Allah
Ta’ala memujinya dalam Kitab-Nya, maka Allah memujinya
dengan alasan keutamaaan yang sebenarnya. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar orang yang berbudi
pekerti agung” (Q.s. Al-Qalam: 4).
Hal itu yang terbukti dan ditetapkan secara mutawatir. Nabi
kita Muhammad saw. adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muththalib Al-Hasyimi Al-Quraisy yang dilahirkan lantaran
kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah
binti Wahb, di Mekkah, pada tahun Gajah. Beliau dilahirkan
scbagaimana halnya manusia biasa dan dibesarkan sebagaimana
manusia dibesarkan. Beliau diutus sebagaimana para Nabi dan
Rasul sebelumnya diutus, dan bukan Rasul yang pertama di
antara Rasul-rasul.
Beliau hidup dalam waktu terbatas, kemudian Allah
memanggilnya kembali kepada-Nya:
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan
mati (pula).” (Q.s. Az-Zumar: 30).
Beliau akan ditanya pada hari Kiamat, sebagaimana para Rasul
ditanya:
“(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para Rasul,
lalu Allah bertanya (kepada mereka), ‘Apa jawaban kaummu
terhadap (seruan)mu?’ Para Rasul menjawab, ‘Tidak ada
pengetahuan kami (tentang itu) sesungguhnya Engkau-lah yang
mengetahui perkara yang gaib’.” (Q.s. Al-Maidah: 109).
Al-Qur’an telah menegaskan kemanusiaan Muhammad saw. di
berbagai tempat dan Allah memerintahkan menyampaikan hal itu
kepada orang-orang dalam berbagai surat, antara lain:
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia
seperti kamu, yang diwahyukann kepadaku, Bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa …’.” (Q.s. Al-Kahfi:
110).
“Katakanlah, ‘Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya
seorang manusia yang menjadi Rasul?’” (Q.s. Al-Isra’: 93).
Ayat di atas menunjukkan bahwa beliau adalah manusia seperti
manusia-manusia lainnya, tidak memiliki keistimewaan,
kecuali dengan wahyu dan risalah.
Nabi saw. menegaskan makna kemanusiaannya dan penghambaannya
terhadap Allah, dan memperingatkan agar tidak mengikuti
kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang sebelum kita, yaitu
penganut agama-agama terdahulu dalam hal memuja dan
menyanjung:
“Janganlah kamu sekalian menyanjungku sebagaimana kaum
Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. sesungguhnya aku adalah
hamba Allah dan Rasul-Nya.” (H.r. Bukhari).
Nabi yang agung ini adalah manusia seperti manusia lainnya
dan tidak diciptakan dari cahaya maupun emas, tetapi
diciptakan dari air yang memancar dan keluar dari tulang
sulbi laki-laki dan tulang rusuk wanita sebagai bahan
penciptaan Muhammad saw.
Adapun dari segi risalah dan hidayat-Nya, maka beliau adalah
cahaya Allah dan pelita yang amat terang. Al-Qur’an
menyatakan hal itu dan berbicara kepada Nabi saw.:
“Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi
dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Untuk
menjadi penyeru pada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk
menjadi cahaya yang menerangi.”(Q.s. Al-Ahzab: 45-6).
Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Ahlulkitab:
“… Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah,
dan Kitab yang menerangkan.” (Q.s. Al-Maidah: 15).
“Cahaya” dalam ayat itu adalah Rasulullah saw, sebagaimana
Al-Qur’an yang diturunkan kepada beliau adalah juga cahaya.
Allah swt. berfirman:
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya serta
cahanya (Al-Qur an) yang telah Kami turunkan.” (Q.s.
At-Taghaabun: 8).
“… dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang
terangbenderang.” (Q.s. An-Nisa’: 174).
Allah telah menentukan tugasnya dengan firman-Nya:
“… Supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya terang-benderang…” (Q.s. Ibrahim: 1).
Doa Nabi saw.:
“Ya Allah, berilah aku cahaya di dalam hatiku berilah aku
cahaya dalam pendengaranku dan berilah aku cahaya dalam
penglihatanku berilah aku cahaya dalam rambutku berilah aku
cahaya di sebelah kanan dan kiriku di depan dan di
belakangku.” (H.r. Muttafaq Alaih)
Maka, beliau adalah Nabi pembawa cahaya dan Rasul pembawa
hidayat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang
yang mengikuti petunjuk cahaya dan Sunnahnya. Amin.
Do'a Para Nabi dan Rasul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar