Selasa, 23 Desember 2008
Penyejuk Hati, Pelapang Dada
Agar Dada Seorang Hamba menjadi Lapang dan Bersinar
Penulis: Al-Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi
Hiruk
pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir
tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar
seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan hati. Namun bagi
seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan bercahaya.
Hidup
dengan dada yang lapang adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan
dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam firman-Nya,
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)
Dan Nabi Musa ‘alaissalâm setelah beliau dimuliakan menjadi seorang rasul, maka awal doa beliau kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,
“Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,”…” (QS. Thohâ :25)
Banyak
hal dalam tuntunan syari’at kita yang diterangkan sebagai
tumpuan-tumpuan berpijak bagi seorang hamba agar senantiasa berhati
lapang dan bercahaya.
Berikut ini, beberapa pilar pelapang dada seorang hamba, kami simpulkan dari keterangan Ibnul Qayyim[1]dan selainnya :
1. Memurnikan Tauhid.
Memurnikan peribadatan kepada Allah Taqaddasa Dzikruhu
adalah tonggak keselamatan, tujuan dari penciptaan manusia, misi dakwah
setiap nabi yang diutus kepada makhluk dan itulah adalah hakikat dari
Islam yang bermakna berserah diri, ikhlash dan tunduk kepada-Nya. Maka
sangat wajar bila memurnikan tauhid adalah hal yang sangat melapangkan
dada dan meneranginya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,
“Maka
apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama
Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang
membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah
membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang
nyata.” (QS. Az-Zumar :22)
“Barangsiapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak
lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah
menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan
inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah
menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil
pelajaran.” (QS. Al-An’âm :125-126)
Dan dengan memurnikan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla manusia akan hidup di bawah teduhan keamanan dan kesejahteraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan
kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan
dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’âm :82)
Dan dalam Tanzil-Nya,
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nûr : 55)
2. Berpegang teguh terhadap Al-Qur’ân dan As-Sunnah.
Allah Jalla wa ‘Alâ menurunkan Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89)
Dan Allah Ta’âlâ berfirman,
“Dan
Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (QS. Al-Isrô` : 82)
Dan Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,
لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ بَعْدِيْ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ
“Sungguh
saya telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih,
malamnya sama dengan siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang darinya
setelahku kecuali akan binasa.” [2]
Maka
sangatlah lumrah bagi siapa yang berpegang teguh terhadap tuntunan
Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan senantiasa membuat dadanya lapang dan
bersinar penuh petunjuk dan kebahagian tanpa ada kesensaraan.
Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta.” (QS. Thôhâ : 123-124)
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).” (QS. Thôhâ : 1-3)
3. Berbekal Ilmu Syari’at.
Tatkala
seluruh kebaikan bagi manusia tercakup dalam ilmu syari’at maka segala
kebahagian dan ketenangan, keberhasilan dan kebahagian manusia sangat
bertumpu pada ilmu syari’at. Karena itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta tambahan nikmat apapun selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,
“Dan katakanlah, “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”.” (QS. Thôhâ : 114)
Dan dengan ilmu syari’at itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujâdilah :11)
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh,
“Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia
menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan,
keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas
maka dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah
pada setiap ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam
yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) yang
paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan
paling baik kehidupannya.” [3]
4. Kecintaan Kepada Allah.
Salah
satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa
kecintaannya kepada Allah adalah yang terbesar dan melebihi kecintaannya
kepada seluruh makhluk. Allah berfirman,
“Dan
di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah :165)
Kecintaannya
kepada Allah tersebut akan mengantar seorang hamba menuju kehidupan
yang sangat indah, kelapangan hati dan ketenangan jiwa karena rongga
hatinya hanya terpenuhi oleh kecintaan kepada Allah dan ketergantungan
kepada-Nya. Wajarlah bila Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ
مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ
وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ
لَا يُحِبُّهُ إِلَّا للهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ
كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga
(sifat) yang tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan
mendapatkan kelezatan iman; hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia
cintai melebihi selain keduanya, dan ia mencintai seseorang, tidaklah
ia mencintainya melainkan hanya karena Allah, serta ia benci untuk
kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam
api neraka.” [4]
5. Senantiasa bertaubat.
Menyadari
kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta
adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam
kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta melapangkan
dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam
tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi
orang-orang yang senatiasa bertaubat,
“Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Q.S. An-Nûr :31)
Dari doa Nabi Ibrahim ‘alaissalâm untuk mengujudkan keamanan dan kesejahteraan pada negeri Mekkah yang dirintisnya,
“Ya
Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau
dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat
haji kami, dan berilah taubat untuk kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah :128)
Dan
sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat
mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan
sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana dalam
firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Q.S. Al-Baqarah :222)
6. Dzikir.
Dzikir adalah penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman,
“Orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada
Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’d :28)
Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dan pahala yang sangat besar,
“…dan
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzâb :35)
Dan keberuntungan bagi orang-orang yang banyak berdzikir,
Dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah :10)
Dan
sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan bersinar
tanpa ada kerugian seperti yang terjadi pada orang-orang lalai,
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian
melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Q.S. Al-Munâfiqûn :9)
7. Berbuat baik kepada Makhluk.
Memberi
manfaat kepada makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan selainnya
dari berbagai bentuk perbuatan baik adalah hal yang sangat melapangkan
dada seorang hamba dan meneranginya. Karena itu Allah ‘Azza wa Jalla memerintah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil, berbuat kebajikan,
dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian
agar kalian dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl :90)
Dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ
فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةِ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةِ
وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
“Sesusngguhnya
Allah telah menetapkan untuk berbuat kebajikan terhadap segala sesuatu.
Maka apabila kalian membunuh perbaiklah cara membunuhnya, apabila
kalian menyembelih perbaiklah cara menyembelihnya dan hendaknya salah
seorang dari kalian mempertajam pisaunya dan membuat tenang
sembelihannya.” [5]
Dan di akhirat kelak Allah menjanjikan,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil
mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka.
Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat
baik.” (Q.S. Adz-Dzâriyât :15-16)
Demikian beberapa pilar pelapang dada seorang mukmin. Dan perlu
diketahui bahwa segala perkara yang bertentangan dengan apa yang
disebutkan di atas pasti akan memberikan kesempitan, kesesakan dan
gundah gulana. Karena itu, tidak seorang pun yang lebih sempit hatinya
dari pelaku kesyirikan. Dan siapa yang berpaling dari Al-Qur`ân dan
As-Sunnah maka ia akan senantiasa berada dalam berbagai kesengsaraan.
Orang yang tidak memiliki ilmu syar’iy akan jauh dari makna ketenangan.
Hati yang tergantung kepada selain Allah akan merasakan berbagai
kepedihan dan kepahitan. Dan hati yang lalai dari dzikir kepada Allah
bagaikan ikan yang dipisahkan dari air. Dan jeleknya hubungan dengan
makhluk lain akan melahirkan berbagai problem dalam kehidupan. Dan
demikianlah seterusnya.
Tentunya
banyak tuntunan pelapang dada yang belum bisa diuraikan disini. Namun
kami berharap keterangan-keterangan di atas bisa menjadi pencerahan dan
penyenjuk bagi setiap muslim dan muslim dalam mempersiapkan bekal untuk
menyonsong kehidupan kekal abadi di akhirat kelak. Waffaqallâhu Al-Jamî’ li mâ yuhibbihu wa yardhâhu.
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar