Jumat, 31 Agustus 2012

buletin sedekah terbaik

SEDEKAH TERBAIK

Buletin Al-Mufarriduun Edisi No. 35, Tahun IV, Desember 2011
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa seseorang telah bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, sedekah yang bagaimanakah yang paling besar pahalanya?” Rasulullah menjawab, “Bersedekah pada waktu sehat, tamak pada harta, takut miskin, dan sedang berangan-angan menjadi orang kaya. Janganlah kamu memperlambatnya sehingga maut tiba, lalu kamu berkata, ‘Harta untuk si Fulan sekian, dan untuk si Fulan sekian, padahal harta itu telah menjadi milik si Fulan (ahli waris).”
“Telah menjadi milik si Fulan (ahli waris)” maksudnya adalah bahwa harta tersebut sudah termasuk dalam hak-hak ahli waris. Oleh karena itu, wasiat seseorang ketika meninggal dunia boleh dilaksanakan hanya sepertiga dari hartanya. Dan sedekah pada waktu seseorang sakit menjelang ajalnya hanya dibolehkan dari sepertiga hartanya. Orang-orang yang dalam keadaan hampir meninggal dunia tidak lagi memiliki hak atas hartanya sendiri lebih dari sepertiga. Maka, dalam hadis yang lain disebutkan sabda Rasulullah bahwa manusia sering berkata, “Harta saya, harta saya.” padahal hartanya hanya tiga perkara saja, yakni apa yang telah ia makan, pakaian yang telah ia pakai, dan sedekah yang sudah ia simpan dalam khazanah Allah. Semuanya yang tertinggal setelah ketiga perkara tersebut akan keluar dari miliknya. Yakni, sesungguhnya ia telah meninggalkan hartanya untuk orang lain.
Dalam sebuah hadis yang lain disebutkan bahwa seseorang yang bersedekah satu dirham ketika hidupnya lebih baik daripada bersedekah seratus dirham ketika hampir meninggal dunia. Orang yang bersedekah pada saat menjelang kematiannya seolah-olah bersedekah dengan menggunakan harta orang lain. Ia akan meninggalkan harta tersebut untuk selama-lamanya. Dalam hadis yang lain, Rasulullah menyatakan bahwa perumpamaan orang yang bersedekah ketika meninggal dunia bagaikan orang yang sudah kenyang, lalu sisa makanannya diberikan kepada orang lain.
Rasulullah telah mengingatkanhal ini dengan berbagai macam permisalan, bahwa waktu bersedekah yang benar adalah bersedekah dalam keadaan sehat. Karena pada saat tersebut merupakan waktu untuk bermujahadah melawan hawa nafsu. Tetapi bukan berarti bahwa sedekah atau wasiat seseorang yang hendak meninggal dunia itu sia-sia. Memang, pahala sedekah pada saat tersebut akan ia peroleh. Hal tersebut akan menjadi simpanannya di akhirat, walaupun ia tidak mendapatkan pahala sebanyak yang ia dapatkan ketika ia bersedekah pada waktu senang dang memiliki keperluan. Allah berfirman:
“Diwajiwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”
Perintah Allah diatas telah diturunkan pada zaman permulaan Islam. Pada zaman tersebut, wasiat untuk kedua orang tua adalah fardhu. Setelah itu, ketika hukum warisan telah turun, maka untuk kedua orang tua dan sanak saudara telah ditentukan sendiri. Maka kewajiban wasiat terhadap mereka telah dihapus. Akan tetapi sampai sekarang pun, perintah berwasiat -untuk kaum kerabat yang hubungannya tidak ditentukan oleh syari’at- darisepertiga hartanya masih berlaku. Tetapi, pada saat ayat tentang warisan ini diturunkan, wasiat tersebut hukumnya wajib, dan sekarang tidak diwajibkan lagi. Ibnu Abbas berkata bahwa dengan adanya ayat mengenai ahli waris tersebut, hukum wasiat untuk sanak saudara yang menjadi ahli waris telah dimansukhkan(ditangguhkan/digantikan). Akan tetapi, bagi sanak saudara yang yang tidak menjadi ahli waris, hukum wasiat bagi mereka tidak dimansukhkan. Qatadah berkata bahwa berdasarkan ayat tersebut, bagi orang-orang yang tidak termasuk ahli waris, wasiat masih berlaku sampai sekarang, baik mereka itu sanak saudara ataupun tidak.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah berfirman, “Wahai anak Adam, kamu telah kikir dalam hidupmu, dan ketika kamu meninggal dunia, kamu mubadzir. Janganlah kamu mengumpulkan dua keburukan, yakni kekikiran pada saat kamu hidup, dan keburukan pada saat kamu meninggal dunia. Lihatlah, siapa di antara sanak saudaramu yang tidak menjadi warismu dan berwasiatlah untuk mereka.”
Allah juga telah mengisyaratkan bahwa dalam bersedekah yang diberikan ketika seseorang dipengaruhi oleh kecintaannya kepada harta lebih baik dari pada harta yang diinfakkan ketika ia telah berputus asa dari kehidupan ini. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah murka kepada orang-orang yang bakhil ketika hidupnya, dan dermawan ketika meninggal dunia.Oleh karena itu, sedekah dan wakaf yang ditunda-tunda hingga hampir datang kematiannya tidaklah disukai. Karena, siapapun tidak mengetahui kapan dan dalam keadaan bagaimana maut akan menjemput. Hendaknya kita banyak mengambil pelajaran dari berbagai kejadian yang berkaitan dengan masalah ini, bahwa ketika seseorang hampir meninggal dunia, mereka bersemangat untuk mewakafkan dan menyedekahkan hartanya, tetapi penyakit benar-benar telah menghinggapinya. Sehingga, pada akhirnya mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mewakafkannya. Sebagian dari mereka tiba-tiba saja menjadi lumpuh, tidak dapat berbicara, sebagian lagi dicegah oleh ahli waris. Dan apabila ia selamat dari semua keadaan dan mendapat kesempatan yang biasanya tidak ia dapatkan, yang demikian itu bukanlah derajat pahala yang bisa diperoleh seperti ketika bersedekah dengan melawan hawa nafsunya. Namun demikian, jika kerena keteledorannya ketika masih hidup ia tidak berbuat apa-apa, maka pada saat hampir meninggal dunia merupakan kesempatan yang sangat berharga. Orang-orang akan menangis dan berduka cita hanya dalam beberapa hari, kemudian semua orang akan melupakannya. Mereka akan sibuk dengan berbagai kesibukannya masing-masing. Setiap hari kita melihat keadaan seperti ini. Jadi, apa yang akan dibawa maka bawalah sendiri. Keuntungannya juga akan kita peroleh sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar